Motivasi
Menurut
Martoyo (2000) motivasi pada dasarnya adalah proses untuk mencoba mempengaruhi
seseorang agar melakukan yang kita inginkan. Dengan kata lain adalah dorongan
dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan
(driving force) disini dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecendrungan untuk mempertahankan hidup. Kunci
yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang
manusia.
Motivasi
berasal dari motive atau dengan prakata bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti
“mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo (2000)
motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang
melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang
yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi
kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak
termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi,
merupakan sebuah konsep penting studi tentang kinerja individual. Dengan
demikian motivasi atau motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.
Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak
dengan cara tertentu (Martoyo , 2000).
Manusia
dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu
asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu
nilai yang sangat berharga, yang tujuannya jelas pasti untuk melangsungkan
kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.
Menurut
Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu
faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor
pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang
manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut.
Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya
produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja
untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar
dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi
atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya
tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a.
Motivasi
finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b.
Motivasi
nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).
Menurut
George R. dan Leslie W. (dalam bukunya Matutina. dkk , 1993) mengatakan bahwa
motivasi adalah “……getting a person to exert a high degree of effort ….” yang
artinya motivasi membuat seseorang bekerja lebih berprestasi. Sedang Ravianto
(1986) dalam bukunya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kinerja,
yaitu atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa
uang, jenis pekerjaan.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurangi ketidak seimbangan. Ada definisi yang menyatakan bahwa
motivasi berhubungan dengan :
1.
Pengaruh perilaku.
2.
Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah
seseorang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan.
3.
Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang
bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu. (Campell ,
1970).
Teori
motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content
theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep
Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1.
Isi
Pekerjaan.
Hal
ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki
oleh tenaga kerja yang isinya meliputi :
Prestasi,
upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam
menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan
itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2.
Faktor
Higienis.
Suatu
motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi kerja,
kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas
supervisi. Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan
haruslah menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
Teori Motivasi Kepuasan.
Teori yang
didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka dapat dicari
faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini didukung
juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal sebagai Teori
Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa motivasi kerja hanya
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun
psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya.
Teori
Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa
motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik
secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.
Secara garis
besar tersebut teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang rendah ke yang
paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puas, karena
kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan seperti
hasrat menyususn dari yang teruraikan sebagai berikut:
1.
Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan
untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya
(physical need). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila
sudah terpenuhi maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.
2.
Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan,
keamanan, jaminan atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup
dan kehidupan dengan segala aspeknya (safety need).
3.
Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan
menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang
lebih besar (esteem needs).
4.
Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan,
kekaguman, dan kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan
potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self
actualization). Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita
sehari-hari melalui bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas
kehidupannya (Zainun , 1997).
5.
Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian,
penghargaan, dan pengakuan (esteem need).
Teori Motivasi Proses
Teori ini berusaha
agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya
penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori
motivasi proses yang dikenal seperti :
1.
Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah:
Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).
2.
Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan
tindakan keadilan diseluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan
perusahaannya.
3.
Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini
didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.
Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari McClelland
Teori ini
menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat
dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada.
Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah :
1.
Kebutuhan akan prestasi dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
2.
Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang
berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan
berprilaku demikian.
Kebutuhan
akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib
(Robbins , 1996).
Mawas Diri
Mawas diri
menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, balai pustaka 1993, ialah
melihat (memeriksa dan mengoreksi) diri sendiri secara jujur, instropeksi, kita
harus mawas diri agar kita jangan membuat kesalahan yang sama. Sikap mawas diri
dapat dinamakan juga instropeksi yang pada dasarnya ialah pencarian tanggung
jawab ke hati nurani mengenai suatu perbuatan. Menurut saya pribadi mawas diri
adalah sikap hati-hati dan menjadi yang lebih baik untuk kedepannya.
Hal yang
paling penting dalam seorang individu adalah kedewasaan. Dimana tanpa mawas
diri, manusia tidak akan menjadi berubah dan dewasa. Maksud disini kedewasaan
adalah dimana individu mengetahui benar tidaknya suatu tindakan yang ia lakukan
atau disebut juga dengan intropeksi diri. Mawas diri adalah kemampuan untuk
mengatur respons sosial di dunia nyata, mengubah apa yang kamu lakukan agar
sesuai dengan kultur, lingkungan, dan kebiasaan orang yang kamu ajak
berkomunikasi. Bila kita sudah menjawab untuk apa kita hidup, mengetahui siapa
diri kita, kita akan sadar dan mawas diri. Salah satu contoh mawas diri
misalnya, karena hidup di dunia ini adalah ujian dimana di dunia ini tidak ada
yang abadi seharusnya kita sadar bahwa tidak ada yang abadi di dunia inilah
berarti hidup itu ujian yang kunci menjawabnya adalah keikhlasan. Keikhlasan
dalam menjalani kehidupan dan keikhlasan dalam berbagi kepada sesama maupun
bermanfaat bagi orang lain di dunia ini.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar