Sabtu, 28 Juni 2014

HAM di Indonesia



Sejarah Singkat Penegakan HAM di Indonesia
HAM telah dikenal di Indonesia sejak lama. Pada abad ke -15 HAM sudah ditulis dalam kitab-kitab adat Bugis Kuno (Lontara). Dalam Lontara itu antara lain ditulis tentang hak hidup dan hak kebebasan. Di Minangkabau pun sejak dulu telah dikenal adanya hak untuk protes terhadap kebijakan yang tidak adil yang dikeluarakan oleh raja, dan hak untuk meninggalkan tempat tinggal. Kedua hak tersebut sesungguhnya setara dengan hak untuk melakukan pembangkangan dan hak untuk bebas bergerak. Demikian pula sejak lama di Jawa telah dikenal hak untuk tinggal di wilayah lain sebagai protes kepada pejabat . dikenal pula hak protes kepada penguasa. Itu semua menunjukkan bahwa HAM sudah lama ada di Indonesia. Namun, hal itu tidak banyak diketahui karena kurang dipublikasikan.
Meskipun HAM telah dikenal sejak lama, pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Raden Ajeng Kartini adalah orang Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam Sidang BPUPKI. Dalam sidang itu, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Sukiman merupakan tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945. Akan tetapi, upaya mereka kurang berhasil. HAM hanya sedikit diatur dalam UUD 1945.sementara itu, Konstitusi RIS dan UUDS 1950 sesungguhnya mengatur HAM secara menyeluruh. Namun kedua konstitusi itu hanya sebentar saja.
HAM sesungguhnya juga pernah dibahas sangat intens dalam sidang Konstituante 1956-1959. Namun, sebelum Konstituante selesai bersidang, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak itu Indonesia kembali menggunakan UUD 1945.
Pelaksanaan HAM berdasarkan UUD 1945 jauh dari memuaskan. Hal itu terjadi baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Bahkan pada masa Orde Baru pelanggaran HAM mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara minimal. Pada tahun 1993 dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. namun, karena kondisi politik, Komisi tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hali itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan Orde Baru.
Memasuki Era Reformasi, ada kemajuan dalam penegakan HAM. Kemajuan itu, misalnya, berupa membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. beberapa dokumen itu antara lain: UUD 1945 hasil amandemen, Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia , dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Demikian pula muncul lembaga Peradilan HAM.
Yang cukup melegakan, pada tahun 2005 pemerintah juga meratifikasi dua instrumen sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menjadi UU No.11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik menjadi UU No.12 tahun 2005.

Penanganan Beberapa Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Dari berbagai kasus yang terjadi di Indonesia ada yang telah diproses di pengadilan, antara lain: kasus Marsinah, kasus Timor-Timur, dan kasus Tanjung Priok. Berikut gambaran sepintas mengenai penanganan beberapa dari kasus-kasus tersebut.

·      Kasus Marsinah
Marsinah adalah karyawati PT CPS. Ia adalah seseorang aktivis buruh. Mayat Marsinah ditemukan tanggal 9 Mei 1993 di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Diduga keras, ia tewas dibunuh akibat keterlibatannya dalam demonstrasi buruh di PT CPS tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Tanggal 30 September 1993 dibentuk Tim Terpadu untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Tim tersebut menangkap, memeriksa, dan mengajukan 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Persidangan berlangsung sejak persidangan tingkat pertama, banding, dan kasasi. Dalam persidangan kasasi di Mahkamah Agung, semua terdakwa ternyata dibebaskan dari segala dakwaan, alias bebas murni. Putusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan meluas di kalangan masyarakat. Tahun 1993, almarhumah Marsinah ditetapkan sebagai penerima Yap Thien Hien Award. Almarhumah dinilai sebagai sosok yang sangat gigih membela Ham kaum buruh, walau harus menerima risiko mati dibunuh.

·      Kasus Tanjung Priok
Kasus Tanjung Priok terjadi pada tanggal 12 September 1984. Menurut catatan media massa, korban yang jatuh sebanyak 79 orang. Korban tersebut terdiri 54 orang yang mengalami luka-luka dan 24 orang meninggal. Menurut laporan Komnas HAM, dalam kasus Tanjung Priok telah terjadi pelanggaran HAM berat berupa: pembunuhan secara kilat, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa. Proses persidangan sudah dilangsungkan. Sebagaimana dalam kasus Marsinah, para pelaku dibebaskan.

Sumber:
Bambang Suteng, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Minggu, 22 Juni 2014

Politik dan Strategi Nasional


A.  Pengertian Politik, Strategi, dan Polstranas
1.    Pengertian Politik
Kata “politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan teia, berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki. Politics dan policy memiliki hubungan yang erat dan timbal balik. Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya, sedangkan policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya.

Dalam bahasa Inggris, politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu. Sedangkan policy, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kebijaksanaan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau tujuan yang dikehendaki. Pengambil kebijaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang pemimpin.

Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada.

Perlu diingat bahwa penentuan kebijakan umum, pengaturan, pembagian, maupun alokasi sumber-sumber yang ada memerlukan kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan dan wewenang ini memainkan peran yang sangat penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik yang mungkin muncul dalam proses pencapaian tujuan.

Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy) dan distribusi atau alokasi sumber daya.

2.    Pengertian Strategi
Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.

Dalam abad modern sekarang ini penggunaan kata strategi tidak lagi tebatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas, termasuk dalam ilmu ekonomi maupun bidang olahraga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan.

Dengan demikian, strategi tidak hanya menjadi monopoli para jenderal atau bidang militer, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.    Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Jadi strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

B.   Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik dan strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional, dan konsep stretegis bangsa Indonesia.

C.  Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah presiden menerima GBHN. Selanjutnya, presiden menyusun program kabinet dan memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden. Yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan. Di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkret yang disebut sasaran nasional.

Proses politik dan strategi nasional pada infrastruktur polik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran sektoralnya.

D.  Stratifikasi Politik Nasional
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1.    Tingkat penentu kebijakan puncak
2.    Tingkat kebijakan umum
3.    Tingkat penentu kebijakan khusus
4.    Tingkat penentu kebijakan teknis
5.    Dua macam kekuasaan dalam pembuatan aturan di daerah

E.   Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional
Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi.

F.   Otonomi Daerah
Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan salah satu wujud politik dan strategi nasional secara otoritas telah memberikan dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah propinsi dan otonomi luas bagi daerah kabupaten/kota. Konsekuensinya, kewenangan pusat menjadi dibatasi. Dengan ditetapkannya UU No.22 tahun 1999, secara legal formal UU itu menggantikan UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Perbedaan antara Undang-undang yang lama dan yang baru ialah:
1.    Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat.
2.    Undnag-undang yang baru, titik pandang kewenangannyadimulai dari daerah.

G.  Kewenangan Daerah
1.    Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dibandingkan ketika UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa masih berlaku. Berdasarkan UU No.22 tahun 1999 kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2.    Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada poin (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana pertimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam, teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
3.    Bentuk dan susunan pemerintahan daerah:
a.    DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan pemerintahan daerah sebagai eksekutif daerah dibentuk di daerah. Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya.
b.    DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
1)   Memilih Gubernur/Wakil Gubernur , Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
2)   Memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari urusan daerah.
3)   Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubenur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
4)   Membentuk peraturan daerah bersama Gubernur, Bupati atau Walikota.
5)   Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama Gubernur, Bupati atau Walikota.
6)   Mengawasi pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan daerah, dan pelaksanaan kerja sama internasional yang menyangkut kepentingan daerah. Menampung serta menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.

Bentuk dan susunan pemerintah daerah di atas merupakan perangkat penyelenggara pemerintahan di daerah dalam rangka pembangunan daerah.

Keberhasilan pembangunan daerah tergantung pada pelaksanaan desentralisasi. Salah satu keuntungan dari desentralisasi adalah pemerintah daerah dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat. Dengan demikian prioritas pembangunan dan kualitas pelayanan masyarakat diharapkan dapat lebih mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat di daerah.



Sumber:
LEMHANAS, Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Tahun 2000.


Jumat, 13 Juni 2014

Ketahanan Naional


A.  Latar Belakang
Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa dan negara Indonesua tidak luput dari berbagai gejolak dan ancaman dari dalam negeri maupun luar negeri yang nyaris membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Meskipun demikian, bangsa dan negara Indonesia telah mampu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya terhadap ancaman dari luar antara lain agresi militer Belanda dan mampu menegakkan wibawa pemerintah dengan menumpas gerakan separatis, pemberontakan PKI, DI/TII bahkan merebut kembali Irian Jaya. Dengan posisi geografis, potensi sumber kekayaan alam, serta besarnya jumlah dan kemampuan penduduk yang dimilikinya, Indonesia menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh negara-negara besar dan adikuasa. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan dan mempengaruhi bahkan membahayakan kelangsungan hidup dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B.  Pokok-pokok Pikiran
Dalam perjuangan mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, suatu bangsa senantiasa akan menghadapi berbagai tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari manapun. Karena itu, bangsa Indonesia memerlukan keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan nasional yang disebut Ketahanan Nasional, yang didasarkan pada pokok-pokok pikiran berikut.
1.    Manusia Berbudaya
Sebagai salah satu makhluk Tuhan, manusia dikatakan sebagai makhluk yang sempurna karena memiliki naluri, kemampuan berpikir, akal, dan berbagai keterampilan. Manusia senantiasa berjuang mempertahankan eksistensi, pertumbuhan, dan kelangsungan hidupnya serta berupaya memenuhi kebutuhan materiil maupun spiritualnya. Karena itu, manusia yang berbudaya akan selalu mengadakan hubungan:
a.    dengan Tuhan, disebut Agama;
b.    dengan cita-cita, disebut Ideologi;
c.    dengan kekuatan/kekuasaan, disebut Politik;
d.   dengan pemenuhan kebutuhan, disebut Ekonomi;
e.    dengan manusia, disebut Sosial;
f.     dengan rasa keindahan, disebut Seni/Budaya;
g.    dengan pemanfaatan alam, disebut Ilmu Pengetahuan dan teknologi;
h.    dengan rasa aman, disebut Pertahanan dan Keamanan.

2.    Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa, dan Ideologi Negara
Tujuan Nasional menjadi pokok pikiran dalam Ketahanan Nasional karena suatu organisasi, apapun bentuknya, akan selalu berhadapan dengan masalah-maslah internal dan eksternal dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Demikian pula halnya dengan negara dalam mencapai tujuannya. Karena itu, perlu ada kesiapan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut.
Falsafah dan ideologi juga menjadi pokok pikiran. Hal ini tampak dari makna falsafah dalam Pembukaan UUD 1945.

C.  Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Tannas berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam dan untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.

D.  Pengertian Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia
Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Dengan kata lain, Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sasaran) untuk meningkatkan (metode)keuletan dan ketangguhan bangsa ynag mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

E.  Hakikat Tannas dan Konsepsi Tannas Indonesia
1.    Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional.
2.    Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi, selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional.

F.   Asas-asas Tannas Indonesia
Asas ketahanan Nasional Indonesia adalah tata laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari:
1.    Asas kesejahteraan dan keamanan
2.    Asas komprehensif integral atau menyeluruh terpadu
3.    Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
4.    Asas kekeluargaan

G. Sifat Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan Nasional memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam landasan dan asas-asasnya, yaitu mandiri, dinamis, wibawa, konsultasi dan kerjasama

H.  Pengaruh aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Konsepsi Ketahanan Nasional akan menyangkut hubungan antaraspek yang mendukung kehidupan, yaitu:
1.    Aspek yangbberkaitan dengan alam bersifat statis, yang meliputi aspek Geografi, aspek Kependudukan dan aspek Sumber Kekayaan Alam.
2.    Aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis, yang meliputi aspek Ideologi, aspek Politik, aspek Sosial Budaya dan aspek Pertahanan dan Keamanan.

Sumber:
LEMHANAS, Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Tahun 2000.