Menyedihkan,
Remaja Merokok
Kompas, Jumat, 8 Mei 2013
Remaja merokok semakin menjadi pemandangan biasa di
sekitar kita. Nyaris tak ada tempat yang mampu membatasi pelajar melakukan
aktivitas merugikan kesehatan itu. Bahkan, di sekitar sekolah kini banyak yang
tak sepenuhnya bebas rokok. Banyak pelajar kini tidak perlu sembunyi-sembunyi
merokok di belakang sekolah.
Semakin banyak dan mudahnya menjumpai pelajar usia 14
tahun sampai 18 tahun merokok menandakan bahwa jumlah perokok usia muda makin
meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, di seluruh Indonesia,
pelajar dan remaja usia 15-19 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 28,2
persen. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, angka pelajar yang merokok setiap
hari mencapai 44,6 persen.
Menyedihkan melihat kenyataan anak muda tak peduli dengan
kesehatan sendiri. Padahal, sebagian besar dari pelajar perokok tahu bahaya
besar yang mengancam para perokok.
Keadaan itu sesuai dengan hasil survei mengenai perilaku
merokok di kalangan pelajar yang diadakan Modernisator-sebuah gerakan generasi
muda Indonesia yang prihatin terhadap energi negatif di Indonesia-dengan
Fakultas Ekonomi Universitas trisakti, Jakarta, dan Laboratorium Pengembangan
Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga, Surabaya.
Dua survei terhadap pelajar tingkat SMP dan SMA di
Jakarta dan Surabaya pada Oktober-November 2012 itu memberi hasil hampir sama.
Dari jumlah perokok pemula, misalnya, di Surabaya, 12,98
persen dari 1.009 responden cowok dan cewek merokook setiap hari. Sebanyak 71
persen responden perokok mulai merokok kurang dari setahun. Jumlah responden
yang merokok memang tak banyak, tetapi mereka merokok 1-6 batang rokok per
hari.
Beli eceran
Heran ya, dari mana saja mereka mendapat rokok itu?
Ternyata, 87 persen anak Surabaya yang merokok itu menggunakan sebagian uang
jajan mereka untuk merokok. Uang jajan mereka rata-rata Rp. 10.000 per hari,
tetapi ada juga yang mencapai Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000 per hari.
Hal sama dilakukan responden pelajar perokok di Jkarta.
Sebanyak 35,8 persen menggunakan uang saku mereka untuk membeli rokok yang
biasanya dibeli secara eceran. Mereka membeli rokok secara eceran yang harga
per batangnya Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000 (tergantung merek).
Ini dibenarkan oleh Rahul, pelajar kelas XI SMA di
Jakarta, yang beru merokok setahun terakhir. Ia menggunakan uang sakunya untuk
membeli rokok. Ia langsung membeli satu pak karena jenis rokok yang ia konsumsi
tak dijual eceran. Namun, teman satu kelasnya yang juga perokok biasa membeli
rokok secara eceran di warung dekat sekolahnya. “Di dekat sekolah banyak
penjual rokok ketengan (eceran) kok. Kalo lagi enggak punya duit, ya beli saja
sebatang,” kata Rahul.
Faktor kemudahan mendapatkan rokok, terutama dari
pedagang yang ada di sekitar sekolah dan gencarnya iklan rokok, menjadi
pendukung dari terus naiknya jumlah perokok muda.
Belum siap
Menariknya, dari
kedua survei, responden pelajar perokok sama-sama tahu, merokok itu berbahaya
karena memunculkan aneka penyakit, mulai dari yang paling ringan, yakni membuat
mulut berbau dan memunculkan noda pada gigi, sampai risiko paling fatal berupa
penurunan mental dan fisik anak yang dilahirkan (bagi perempuan perokok),
penyakit jantung, dan kanker paru.
Berdasarkan survei
tersebut, 90 persen responden di Surabaya memiliki pengetahuan cukup bagus
tentang pengaruh rokok terhadap kesehatan. Mereka mampu menjawab pertanyaan
tentang dampak buruk merokok dan gangguan kesehatan akibat merokok secara
benar.
Kondisi di Jakarta
pun sama. Responden tahu persis bahwa perokok pasif memiliki risiko gangguan
kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan perokok aktif dan pada sebatang rokok
terkandung lebih dari 4.000 zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
“Iya, saya tahu
merokok bisa membuat impotensi dan kanker. Saya sebagai perokok bisa berhenti
total sampai pada titik enggak mau merokok.” Ujar Rahul.
Sementara Dimas, di
Jakarta Pusat, mengaku, ia kadang-kadang sering merenung memikirkan ancaman
berbagai penyakit yang bisa menyerang dia sebagai seorang perokok. “Kalau ingat
risikonya, kadang terpikir mending berhenti merokok,” katanya. Masalahnya, sama
dengan Rahul, ia sudah pada taraf kecanduan rokok. Setiap kali sedang stres
atau malah ketika berkumpul dengan teman sesama perokok niat merokoknya muncul
lagi.
Ketika ditanya
apakah sudah siap terkena penyakit akibat merokok, mereka sama-sama
menggelengkan kepala,. “Wah, saya belum siap,” kata Rahul.
Nah, kawan-kawan,
sepintas merokok itu kelihatan nikmat dan terkesan jantan, gaul, tetapi siapkah
kalian mendapatkan risiko terkena berbagai penyakit karena rokok? Bila kamu
tidak siap sakit, apa pun alasanmu untuk merokok lebih baik stop kebiasaan
merokok. Bila tidak, saat kamu sakit, yang nemanya macho, trendy, dan pelepas stres itu tak ada lagi. Yang kamu terima
hanya kesakitan yang menimbulkan penderitaan panjang.
REMAJA
MEROKOK
KETERANGAN
|
SURABAYA
Oktober-November 2012
|
JAKARTA
Oktober-Desember 2012
|
Pengaruh teman/
lingkungan yang
merokok
|
95%
|
75%
|
Merokok karena
pengaruh keluarga
|
63%
|
75,5%
(ayah perokok)
|
Memilih rokok filter
|
84%
|
81%
|
Banyaknya merokok
per hari
|
82%
(1-6 batang)
|
47,5%
(kurang dari 4 batang)
22,7%
(4-8 batang)
|
Membeli rokok
dari warung
|
76%
|
85,7%
|
Keterangan:
Surabaya: N=1.009 siswa
SMP dan SMA; 56% perempuan dan 44% laki-laki
Jakarta: N=1.435 siswa SMP dan SMA; 42% perempuan
dan 58% laki-laki
(Survei
Modernisator dengan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, dan
Laboratoriun Pengembangan Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga, Surabaya)
0 komentar:
Posting Komentar