Selasa, 04 Juni 2013

info



Menyedihkan, Remaja Merokok
Kompas, Jumat, 8 Mei 2013

Remaja merokok semakin menjadi pemandangan biasa di sekitar kita. Nyaris tak ada tempat yang mampu membatasi pelajar melakukan aktivitas merugikan kesehatan itu. Bahkan, di sekitar sekolah kini banyak yang tak sepenuhnya bebas rokok. Banyak pelajar kini tidak perlu sembunyi-sembunyi merokok di belakang sekolah.
Semakin banyak dan mudahnya menjumpai pelajar usia 14 tahun sampai 18 tahun merokok menandakan bahwa jumlah perokok usia muda makin meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, di seluruh Indonesia, pelajar dan remaja usia 15-19 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 28,2 persen. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, angka pelajar yang merokok setiap hari mencapai 44,6 persen.
Menyedihkan melihat kenyataan anak muda tak peduli dengan kesehatan sendiri. Padahal, sebagian besar dari pelajar perokok tahu bahaya besar yang mengancam para perokok.
Keadaan itu sesuai dengan hasil survei mengenai perilaku merokok di kalangan pelajar yang diadakan Modernisator-sebuah gerakan generasi muda Indonesia yang prihatin terhadap energi negatif di Indonesia-dengan Fakultas Ekonomi Universitas trisakti, Jakarta, dan Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga, Surabaya.
Dua survei terhadap pelajar tingkat SMP dan SMA di Jakarta dan Surabaya pada Oktober-November 2012 itu memberi hasil hampir sama.
Dari jumlah perokok pemula, misalnya, di Surabaya, 12,98 persen dari 1.009 responden cowok dan cewek merokook setiap hari. Sebanyak 71 persen responden perokok mulai merokok kurang dari setahun. Jumlah responden yang merokok memang tak banyak, tetapi mereka merokok 1-6 batang rokok per hari.

Beli eceran
Heran ya, dari mana saja mereka mendapat rokok itu? Ternyata, 87 persen anak Surabaya yang merokok itu menggunakan sebagian uang jajan mereka untuk merokok. Uang jajan mereka rata-rata Rp. 10.000 per hari, tetapi ada juga yang mencapai Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000 per hari.
Hal sama dilakukan responden pelajar perokok di Jkarta. Sebanyak 35,8 persen menggunakan uang saku mereka untuk membeli rokok yang biasanya dibeli secara eceran. Mereka membeli rokok secara eceran yang harga per batangnya Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000 (tergantung merek).
Ini dibenarkan oleh Rahul, pelajar kelas XI SMA di Jakarta, yang beru merokok setahun terakhir. Ia menggunakan uang sakunya untuk membeli rokok. Ia langsung membeli satu pak karena jenis rokok yang ia konsumsi tak dijual eceran. Namun, teman satu kelasnya yang juga perokok biasa membeli rokok secara eceran di warung dekat sekolahnya. “Di dekat sekolah banyak penjual rokok ketengan (eceran) kok. Kalo lagi enggak punya duit, ya beli saja sebatang,” kata Rahul.
Faktor kemudahan mendapatkan rokok, terutama dari pedagang yang ada di sekitar sekolah dan gencarnya iklan rokok, menjadi pendukung dari terus naiknya jumlah perokok muda.

Belum siap
Menariknya, dari kedua survei, responden pelajar perokok sama-sama tahu, merokok itu berbahaya karena memunculkan aneka penyakit, mulai dari yang paling ringan, yakni membuat mulut berbau dan memunculkan noda pada gigi, sampai risiko paling fatal berupa penurunan mental dan fisik anak yang dilahirkan (bagi perempuan perokok), penyakit jantung, dan kanker paru.
Berdasarkan survei tersebut, 90 persen responden di Surabaya memiliki pengetahuan cukup bagus tentang pengaruh rokok terhadap kesehatan. Mereka mampu menjawab pertanyaan tentang dampak buruk merokok dan gangguan kesehatan akibat merokok secara benar.
Kondisi di Jakarta pun sama. Responden tahu persis bahwa perokok pasif memiliki risiko gangguan kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan perokok aktif dan pada sebatang rokok terkandung lebih dari 4.000 zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
“Iya, saya tahu merokok bisa membuat impotensi dan kanker. Saya sebagai perokok bisa berhenti total sampai pada titik enggak mau merokok.” Ujar Rahul.
Sementara Dimas, di Jakarta Pusat, mengaku, ia kadang-kadang sering merenung memikirkan ancaman berbagai penyakit yang bisa menyerang dia sebagai seorang perokok. “Kalau ingat risikonya, kadang terpikir mending berhenti merokok,” katanya. Masalahnya, sama dengan Rahul, ia sudah pada taraf kecanduan rokok. Setiap kali sedang stres atau malah ketika berkumpul dengan teman sesama perokok niat merokoknya muncul lagi.
Ketika ditanya apakah sudah siap terkena penyakit akibat merokok, mereka sama-sama menggelengkan kepala,. “Wah, saya belum siap,” kata Rahul.
Nah, kawan-kawan, sepintas merokok itu kelihatan nikmat dan terkesan jantan, gaul, tetapi siapkah kalian mendapatkan risiko terkena berbagai penyakit karena rokok? Bila kamu tidak siap sakit, apa pun alasanmu untuk merokok lebih baik stop kebiasaan merokok. Bila tidak, saat kamu sakit, yang nemanya macho, trendy, dan pelepas stres itu tak ada lagi. Yang kamu terima hanya kesakitan yang menimbulkan penderitaan panjang.


REMAJA MEROKOK
KETERANGAN
SURABAYA
Oktober-November 2012
JAKARTA
Oktober-Desember 2012
Pengaruh teman/
lingkungan yang
merokok
95%
75%
Merokok karena
pengaruh keluarga
63%
75,5%
(ayah perokok)
Memilih rokok filter
84%
81%
Banyaknya merokok
per hari
82%
(1-6 batang)
47,5%
(kurang dari 4 batang)
22,7%
(4-8 batang)
Membeli rokok
dari warung
76%
85,7%

Keterangan:
Surabaya: N=1.009 siswa SMP dan SMA; 56% perempuan dan 44% laki-laki
Jakarta:     N=1.435 siswa SMP dan SMA; 42% perempuan dan 58% laki-laki

(Survei Modernisator dengan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, dan Laboratoriun Pengembangan Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga, Surabaya)

0 komentar:

Posting Komentar